Pengalaman Pertama Belajar (Menjadi Keluarga) HEbAT
Ahad, 1 April 2018 kemarin tiba-tiba dihubungi oleh the Puspa
selaku admin Grub Pre usia 0-6 tahun AB HEbAT Bandung untuk memberikan
testimoni seputar pengalaman bergabung bersama HEbAT Community selama ini,
untuk kemudian dipresentasikan di grub keesokan harinya.
Ada beberapa pertanyaan yang sudah dibuat sebagai parameter
pembahasan ketika presentasi atau pun diskusi nantinya, berikut beberapa
pertanyaan tersebut:
a. Motivasi terkuat bergabung dengan HEbAT Community?
b. Apa kesan pertama setelah mengikuti Martikulasi HEbAT?
c. Bagaimana penerapan FBE di rumah? -dalam bentuk berbagi
pengalaman penerapan FBE di rumah-
d. Apa saja yang sudah diamalkan dari ilmu FBE?
e. Apakah ada kendala yang dihadapi dalam ber-HE dan bagaimana
solusinya?
f. Keunikan apakah yang ditemukan dalam keluarga?
g. Apa Insight learning sepekan atau sebulan ini?
Baik, saya akan menjawab satu persatu pertanyaan diatas
berdasarkan pengalaman pribadi saya. Namun untuk pertanyaan point ke 5 dan
6, saya rasa tidak perlu saya share ya jawabannya.
Motivasi saya bergabung dengan HEbAT community
Pertama, sejak sebelum menikah
saya menyadari jika ibdah terpanjang yang akan kita jalani dalam hidup ini
adalah pernikahan. Apabila ibadah ini baik, kebaikannya akan dihisab. Bagitu
pun sebaliknya, jika ibadah ini rusak –maksudnya dilakukan tanpa dasar ilmu,
yuklah dari pada galau mikirin kapan nikah, apalagi memenuhi beranda sosmed
dengan status pengen nikah, mending belajar yang banyak buat mempersiapkan ilmu
apa saja yang kita butuhkan– karena kitalah yang akan bertanggung jawab di
dunia dan akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat kelak. Atas dasar inilah
saya kemudian mencoba mencari berbagai ilmu yang dibutuhkan dalam mempersiapkan
menjalani ibadah ini termasuk mendaftar ke HEbAT community yang
kebanyakan isinya emak-emak dan bapak-bapak padahal saat itu saya belum
menikah, hehehe –pedhe banget ya, qiqiqi– nggak apa-apa, namanya juga mau
belajar, harus pedhe gedhe (punya percaya diri yang besar). Apalagi untuk urusan
akhirat, jangankan belajar sama emak-emak atau embah-embah (nenek-nenek), bahkan
sama anak-anak pun bakal saya jabanin (jalanin) kalau memang saya memang belum
punya ilmunya.
Kedua, karena ingin bisa memberi banyak manfaat. Manfaat
untuk diri sendiri, keluarga dan jika rezeki bisa bermanfaat untuk ummat.
Pengen bangetlah daku masuk golongan orang-orang yang berjuang meninggikan
kalimat Allah di muka bumi kayak para sahabat dan ulama, pengen juga masuk
golongan orang-orang yang turut serta untuk membangun kembali peradapan Islam
di akhir zaman.
“Perempuan yang
terdidik kan melahirkan generasi terdidik yang lebih baik”
Pada dasarnya ilmu yang kita
miliki memiliki dua hak, hak untuk diamalkan dan hak untuk diajarkan. Jadi masak punya ilmu diumpetin
apalagi kalau untuk urusan akhirat, saya merasa sayang banget, karena tidak
akan beranak pinak, hehehe. Harta aja kalau disimpan (mencapai hisab) tidak
dikeluarin zakatnya jadi dosa, barang-barang yang tidak terpakai jika ditimbun
jadi riba, air kalau tidak dibiarkan mengalir jadi keruh. Jadi yuklah
berlomba-lomba banyak berbagi manfaat agar kita bisa sama-sama membangun
peradaban yang lebih baik. –oke–
Kesan setelah
ikut Martikulasi HebAT
Secara pribadi saya sangat
bersyukur diizinkan Allah mengenal HebAT community dan dapat belajar
banyak ilmu parenting. Penasaran apa saya yang akan kita pelajari? Makanya yuk
gabung HEbAT, biar bisa membangun keluarga yang HEbAT di dunia dan akhirat –semoga Allah
ridhai–
Pengalaman
menerapkan FBE di rumah
FBE (Fitrah Based Education)
itu judul bukunya Ustadz Harry Santosa yang sedang saya baca bareng suami,
hehehe. Harganya tiga ratus ribuah tapi alhamdulillah kami tidak beli, karena
mendapat hadiah saat pernikahan kami dari teman-teman shalihah yang
dipersaudarakan sama Allah lewat pertemuan kami di Asrama Rumah Qur’an
Inspirasi Yogyakarta saat bareng-bareng menghafal Al Qur’an, bukunya tebal
setebal ilmu yang ada di dalamnya, kalau mau beli bisa hubungi saya, nanti saya
beri link untuk mendapatkannya, hehehe #SedangPromosi– Bukan ini yang mau saya
bagikan terkait pengalaman menerapakan FBE– baik kembali ke pertanyaan. Karena
usia pernikahan juga terhitung baru saat menjawab pertanyaan ini, dan anak
pertama juga belum lahir. Sejauh ini kami baru membuat Family Strategic Planning,
apa itu? Kayak mau bikin perusahaan aja. Penasaran? Baca bukunya, hehehe. Atau
baca penjelasan singkat apa itu Family Strategic Planning diartikel
sebelah ya. Tapi pada intinya, Family Strategic Planning itu perlu.
Kenapa? Ibaratnya suami dan saya adalah nahkoda sebuah bahtera bernama
pernikahan yang berlayar diluasnya laut kehidupan, suami dan saya butuh ilmu,
peta, kompas, dan rencana tujuan. Agar tahu bagaimana cara menghadapi badai dan
punya arah kemana bahtera ini akan dibawa. Seperti yang saya sampaikan
sebelumnya, karena ibadah pernikahan adalah ibadah terpanjang dalam hidup kita.
“Keluargaku
adalah amanahku, suami dan anak-anak yang Allah rezekikan kepadaku adalah
amanah yang akan aku pertanggung jawabkan di dunia dan akhirat.”
Keluarga juga bisa menjadi surga
atau neraka di dunia, tergantung bagaimana membentuknya, maka seharusnya setiap
orang yang berkeluarga atau mau berkeluarga bersungguh-sungguh mempersiapkan
bagaimana membangunnya dengan ilmu yang benar. Nah Family Strategic Planning
yang tidak kalah pentingnya dengan Financial Planning –yang sering kita
dengar– dibuat di keluarga kami dengan tujuan untuk membentuk “A Home Team”
yang nantinya akan digunakan sebagai pedoman membangun kehidupan rumah tangga
versi kami –suami dan saya–.
Apa saja yang
sudah di amalkan dari Ilmu FBE
Membuat Family Strategic
Planning, untuk Frame Work baru dibuat belum diamalkan, sehingga
saya mohon maaf jika belum bisa mensharenya.
(Langsung lanjut
ke point 7 ya)
Insight learning sepekan atau sebulan ini
Membaca buku Fitrah Based
Education bersama suami.
Tidak ada komentar untuk "Pengalaman Pertama Belajar (Menjadi Keluarga) HEbAT"
Posting Komentar